Kolonialisme adalah tema yang sangat menarik untuk dipelajari. Bagaimana memperlajari relasi antara Indonesia dengan mantannya yaitu Belanda tentu sangat menarik. Saat membaca kisah-kisah dalam buku sejara khususnya yang bertemakan tentang kolonialisme. Kita bisa melihat bagaimana Hindia mendapat tempat yang begitu berharga sampai-sampai orang di Belanda punya perkataan, Hindia hilang malapetaka pun datang.
Sialnya bagi Belanda, perkataan itu benar-benar menjadi kenyataan dan bahkan lebih buruk dari apa yang mereka bayangkan. Ketika perang dunia ke 2 terjadi negeri Belanda jatuh ketangan Jerman Nazi, sedangkan Hindi, jajahannya yang paling berharga jatuh ke tangan kekaisaran Jepang. Setelah kejadian itu mungkin banyak kalangan nasionalis di Indonesia yang tertawa jika mengingat perkataan dari gubernur jendral Hindia Belanda De Jonge yang mengatakan, Belanda sudah ada disini selama 300 tahun, dan akan tetap disini selama 300 tahun lagi, bila perlu dengan pedang dan pentung.
Belanda Setelah Perang Dunia ke 2 Usai
Tahun 1945, negeri Belanda yang awalnya dijajah oleh Nazi Jerman berhasil dibebaskan oleh sekutu. Bukannya berkonsentrasi untuk membangun negaranya kembali, Belanda justru mewajib militerkan warga-warganya untuk dikirimkan ke Hindia Belanda. Sebuah tekad yang menunjukkan kepada kita bagaimana Belanda menganggap Hindia begitu berharga. Oleh karenanya mereka berusaha sebisa mungkin untuk menguasai kembali Hindia Belanda bila perlu menggunakan pedang dan pentung.
Terjebak dalam 2 fron yang berbeda, Nazi Jerman semakin kehilangan kekuatannya. Salah satu dari negara Eropa yang berhasil dikuasainya mulai terlepas termasuk kerajaan Belanda. Setelah Jerman menyerah, Belanda mulai mengalihkan perhatiannya ke daerah jajahannya yaitu Hindia Belanda. Pemikiran seperti ini sebenarnya tidak mengherankan, karena sekutu telah mencapai kesepakatan dimana setiap koloni Eropa yang berhasil direbut oleh kekaisaran Jepang akan dikembalikan ke pemilik awalnya masing-masing.
Menyerahnya Jepang pada perang dunia ke 2 membuat pasukan sekutu berkonsentrasi untuk mengamankan wilayahnya. Wilayah Malaysia, Singapura, Brunei dan lainnya kembali dikuasai oleh Inggris, sedangkan wilayah Filipina kembali dikuasai oleh Amerika serikat. Pada dasarnya Belanda juga ingin melakukan hal yang sama, namun hal itu terhalang oleh jumlah pasukannya yang sangat sedikit. Hal ini terjadi karena banyak pasukannya masih ditahan dalam camp tahanan Jepang di Hindia.
Dalam buku Jendral Spoor yang diterbitkan oleh kompas, sekutu sebenarnya sempat menanyakan kondisi Hindia kepada Belanda. Belanda dengan yakin menjawabnya bahwa kedatangan mereka akan disambut secara hangat oleh masyarakat di Hindia. Oleh karenanya, pasukan sekutu bersama Belanda mulai pergi menuju Hindia. Namun diluar dugaan, kondisi Hindia ternyata jauh dari kata kondusif terlebih jika dibandingkan dengan apa yang para petinggi Belanda sampaikan.
Mereka justru sering menyumpahi kelompok bersenjata dari kaum Republik yang menunjukkan sikap anti imperialisme dan kaum penjajah. Di berbagai tempat seperti Surabaya sempat terjadi pertempuran besar yang dikemudian hari akan dikenang sebagai hari pahlawan di Indonesia. Bagi pasukan sekutu, kejadian seperti ini tentu sangat disayangkan, mereka tidak menyangka bahwa salah satu perwiranya, Brigjen Mallaby harus menjadi korbannya. Sekalipun Inggris berhasil memukul mundur para pejuang, mereka tentu berpikir mengapa harus berjuang dan berkorban melawan pasukan bentukan Jepang di wilayah yang bukan merupakan koloni mereka.
Hal ini jauh berbeda dengan kedatangan pasukan sekutu ke bekas-bekas jajahan lainnya yang berlangsung relatif aman. Namun sekalipun menghadapi beragam kesulitan, pasukan sekutu tetap berdatangan ke Hindia untuk mengamankan berbagai wilayah jajahan Belanda serta membebaskan tahanan yang ditawan oleh Jepang di Hindia. Setelah menghadapi berbagai perlawanan dari kaum republik, para perwira dari militer Inggris akhirnya memutuskan untuk bersikap lebih pasif.
Hal itu dilakukan untuk menghindari konflik lebih lanjut karena Inggris tidak ingin militernya kembali menjadi korban ditengah konflik antara Belanda dengan Indonesia. Pasukan Inggris ingin secepatnya pergi dari Hindia dan mengurusi wilayah jajahan mereka sendiri. Pada saat itu seorang perwira Belanda Bernama Spoor datang ke Hindia, ia adalah petinggi militer yang baik dan dipercaya oleh Belanda. Dikemudian hari ia akan menjadi panglima tertinggi Belanda di Hindia sekaligus menjadi rival utama dari jendral besar Sudirman.
Sebagai seorang perwira militer, Spoor melihat militer kolonial sudah begitu lemah dan kondisi Hindia semakin tidak kondusif bagi Belanda. Baginya Belanda harus memiliki kekuatan militernya sendiri agar dapat menertibkan koloninya yang paling berharga ini. Spoor mulai memikirkan berbagai cara untuk meningkatkan dan memperoleh jumlah personel militer. Ia terus meminta agar pemerintah pusat di Belanda dapat melatih dan mengirimkan seluruh personel dan peralatan ke Hindia secepat mungkin.
Permintaan itu mendapat respons positif dari Belanda, pada bulan maret 1946 mereka telah mendatangkan sekitar 15.000 personel yang jumlahnya terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Pasukan inilah yang akan segera menggantikan militer sekutu, mereka juga yang akan berhadapan dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia.